crewpers.online - Draft Rancangan Undang-Undang
penyiaran yang dibahas pada rapat DPR menuai banyak kontroversi dikalangan para
jurnalis dan pakar media. dikarenakan rancangan yang dibuat bisa menghambat
kebebasan pers dalam menyampaikan informasi dan mengakibatkan adanya
keberpihakan pada satu pihak.
Draft yang menjadi
kontroversi dan menjadi pusat perdebatan adalah larangan siaran eksklusif
jurnalisme investigatif, sebuah tindakan yang menurut para kritikus dapat
membungkam pers, ungkap Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada Senin (13/5).
Dalam Rancangan Undang-Undang
Penyiaran banyak pasal yang menjadi kontroversial bagi kalangan jurnalistik
kedepannya, sehingga para jurnalistik melakukan aksi demonstrasi untuk menolak
revisi Undang-Undang Penyiaran didepan kantor DPR RI karena dianggap menghambat
tugas dan kinerja jurnalistik yang dibahas didalam RUU Penyiaran.
Adapun beberapa pasal yang
menjadi kontroversial antara lain:
Pasal 50B ayat 2(c)
tercantum larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Pasal 50B ayat
2(k) berisi larangan penayangan siaran dan konten siaran yang mengandung berita
bohong, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan,
dan radikalisme-terorisme.
Pasal-pasal di atas bertentangan
dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang kurang lebih berisi dukungan
kemerdekaan berpendapat serta jaminan dan perlindungan hukum agar pers bebas
dari campur tangan pihak manapun. Sementara ayat 2(k) dinilai bermuatan pasal
karet yang rentan mengkriminalisasi jurnalis. RUU ini dapat menghalangi
aktivitas jurnalistik bahkan berpotensi mengancam kebebasan pers.
Didalam dunia jurnalistik
melakukan investigasi suatu hal yang menjadi point paling penting untuk suatu
informasi dan hal itu tidaklah seharusnya dilarang, sebab esensinya laporan
jurnalistik adalah investigatif dan dalam (in depth).
Rancangan revisi Undang-Undang
Penyiaran ini sangat berdampak terhadap kebebasan para komunitas jurnalistik,
namun kepada masyarakat juga memberikan dampak yang cukup signifikan karena
para jurnalistik tidak dapat menyampaikan informasi dengan bebas dan
menciptakan informasi yang berkualitas terhadap publik.
Pembahasan mengenai revisi Undang-Undang Penyiaran tidak bisa dilanjutkan karena kontroversi yang ditimbulkan, dan DPR RI menerima masukkan yang disampaikan oleh para komunitas jurnalistik untuk memperkaya dan memperkuat mengenai Undang-Undang Penyiaran yang sedang dibahas.
Penulis : Silvia Ananda
Editor : Farhan, Ghenan, Putri