crewpers.online – Apa kira-kira yang terlintas di
pikiran kamu kalau mendengar kata “Gen-Z”? Bagi sebagian orang berfikir Gen-Z
adalah generasi yang melek teknologi, memiliki kreatifitas tinggi tapi baperan
dan mudah menyerah. Kok bisa begitu ya?
Sebelumnya,
Gen Z tuh sering diberi julukan yang nggak selalu positif. Kadang disebut 'yang
paling males nunggu', 'yang paling baperan', 'generasi paling manja', dan
sebagainya. Barangkali ini terjadi karena Gen Z lahir di era teknologi sedang
berkembang pesat dan mempengaruhi seluruh aspek termasuk mindset, psikologi dan
lifestyle. Lahir di rentang tahun 1997 sampai awal tahun 2010, di besarkan oleh
orang tua yang notabene nya perpaduan generasi X dengan generasi milenial
menjadikan ketimpangan cara berfikir dan penerimaan nilai norma dengan
mentality yang berbeda.
Generasi
X, menerima perubahan secara bertahap, masih memiliki kecenderungan untuk
menghargai nilai-nilai tradisional dan cara hidup yang lebih sederhana. Di sisi
lain, generasi milenial, yang lahir di era transisi menuju teknologi digital,
memiliki pengalaman yang berbeda dengan generasi X namun sedikit tidak jauh
beda dengan generasi Z.
Kembali
kepada pembahasan Gen Z, Jujur, hidup Gen Z itu penuh perubahan dan kadang
sulit menemukan makna hidup di tengah arus informasi yang nggak ada habisnya.
Meskipun mereka terhubung secara digital, mereka juga berisiko kena
"krisis makna," di mana cari tujuan hidup jadi tantangan berat. Mereka
sering melakukan self-diagnosis yang dimana meng- underestimate
diri sendiri dengan tidak mampu melakukan apapun jika dihadapkan pada situasi
yang sulit. Istilah lainnya sih insecurity.
Impact
dari keadaan seperti itu, Gen Z bisa terperangkap dengan identitas mereka
sendiri, makanya muncul lah terminologi “Generasi Strawberry” yang di pinned up
untuk Gen Z saat ini. Nah, Generasi apalagi itu? Kalau kata bapak Renhald
Kasali sang guru besar Universitas Indonesia di dalam bukunya “Strawberry
Generation”, Generasi Strawberry adalah anak muda yang diumpamakan sebagai buah
strawberry yang mudah digambar, bentuknya eksotis dan indah. Tapi, kalo
strawberry terkena benturan atau tergesek sedikit saja, buah tersebut mudah
sekali terkoyak lalu hancur. Perumpamaan ini cocok banget dengan kondisi Gen-Z
sekarang.
Generasi
Strawberry dianggap sebagai generasi yang unik, imajinatif,
kreatif dan berkeingintahuan tinggi, tapi kerap kali tidak kuat untuk
berkompetisi, mudah menyerah saat menghadapi ketidakpastian, dan selalu merasa
cemas akan kegagalan. Hidup dengan kondisi yang nyaman dan serba solutif
sehingga terlihat seperti selalu mendapat Key Answer dari orang orang
sekitarnya, menyebabkan generasi strawberry tidak dapat berfikir untuk
menemukan jawaban dari permasalahan diri sendiri.
Mereka
terbiasa hidup dengan kondisi keluarga yang cukup dan mungkin jauh lebih sejahtera
dari generasi-generasi sebelumnya, tantangan hidup mereka tidak terlalu berat
karena selalu ada key answer yang mereka dapatkan dari didikan orang tua
mereka. Keberadaan mereka di visualisasikan sebagai konsumen pujian sejak
kecil. Namun, jika dibawa ke dunia luar, mereka akan terkejut kalau mereka
tidak seistimewa itu. Makanya akan ada dimana kondisi anak muda pada generasi
ini yang lebih mudah kecewa dan tersinggung. Padahal logika nya di dunia ini
sangat banyak tantangan yang lebih berat daripada itu.
Lalu,
bagaimana Gen-Z bisa bertahan dengan menyandang identitas sebagai Generasi
Strawberry? Penting bagi Gen-Z untuk membangun mindset agar tidak mudah terbawa
arus, minimal sih mindset bertahan dalam sebuah kompetisi kehidupan. Mereka
juga harus tau bahwa kenyataan didunia luar itu sangat keras, belajar
beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan dengan mengembangkan
keterampilan coping-proses mengatasi tekanan- sehingga mereka lebih bersiap
untuk sesuatu yang akan terjadi diluar ekspektasi. Kembali lagi mengutip dari
bapak Renhald Kasali, Gen-Z perlu jadi driver, yaitu orang-orang yang
mampu bersikap dan mengambil keputusan.
Sampai
disini udah paham kan kenapa Gen-Z dijuluki manja dan baperan? Gen-Z perlu
membangun kemandirian dan beradaptasi untuk mengatasi stereotip tersebut.
Kesimpulannya, Generasi Strawberry perlu menekan kelemahan sehingga bisa
diatasi.
Penulis : Aisyah Syahadatul Adzkia
Editor : Mohammad Farhan